KOREKSI (1)

Menilik beberapa pekan terakhir, jagat media sosial cukup heboh. Ada berita perihal pembunuhan salah satu pegawai pemerintahan, fenomena sound horeg, pengambil alihan tanah mangkrak, pemblokiran rekening bank, pengibaran bendera 'one piece', dan sekian isu lainnya. Bukan netizen Indonesia namanya jika tidak melontarkan sekian pendapat yang lucu hingga kritik pedas. Beragam isu yang muncul pasti menimbulkan gègèr gênjik di tengah masyarakat alam nyata dan maya.

Sebagian orang ada yang berpendapat dengan bijak, namun tidak sedikit yang memperkeruh suasana. Kepala kita seharusnya tenang dan hati gembira melihat hiburan di media sosial, malah dibikin mumêt seolah seperti pejabat yang benar-benar bekerja untuk rakyat. 

Melalui tulisan ini, penulis menanggapi fenomena-fenomena tersebut dengan mencoba mengemukakan pentingnya mawas diri. Sebuah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yang bermakna mengajak untuk melihat dan membenahi diri sendiri. Sebuah 'pitutur' singkat yang bertolak belakag dengan 'lempar batu sembunyi tangan', apalagi 'lempar batu pakai tangan orang lain'. 

Penulis pernah mendengar salah satu 'dawuh' Kanjeng Nabi Agung Muhammad SAW, 

سيأتي زمان على أمتي يفرون من العلماء والفقهاء فيبتليهم الله بثلاث بليات : أولاها يرفع الله البركة من كسبهم ، والثانية يسلط الله تعالى عليهم سلطانا ظالما ، والثالثة يخرجون من الدنيا بغير إيمان 

"Akan datang suatu zaman atas umatku, yang mana mereka lari dari para ulama dan para fuqaha maka Allah memberikan cobaan kepada mereka dengan tiga cobaan : [1] Yang Pertama : Allah ta'ala akan menghilangkan barakah dari usaha mereka. [2] : Yang Kedua : Allah ta'ala akan memberikan kekuasaan atas mereka kepada penguasa yang dhalim. [3] : Yang Ketiga : Mereka akan keluar dari dunia dengan tanpa membawa iman."

Hadits tersebut tertulis dalam maqalah tsaniyah Kitab Nashoihul Ibad, karya Syaikh Nawawi bin Umar al-Bantani al-Jawi. Berdasarkan teks hadits tersebut, kiranya saat inilah zaman yang dimaksud Kanjeng Nabi SAW. Di masa ini, sudah berapa banyak orang yang beragama namun malah menjauh dari ulama, ahli agama. Banyak diantara umat beragama memilih belajar melalui sumber-sumber sekunder seperti internet, quotes yang dibagikan melalui media sosial, atau sumber lain yang belum bisa dipertanggungjawabkan 100% keabsahannya. Jangankan dekat dengan ajaran agama, dekat dengan  sumbernya saja enggan.

Tanpa menutup mata, kita mengetahui ada sekian kasus orang yang di cap sebagai ahli agama, malah melanggar norma dan aturan agamanya. Mungkin ini juga menjadi bukti bahwa keberkahan sudah diangkat. Mengapa demikian ? Karena orang yang di cap sebagai ulama, ahli agama itu sudah mulai enggan bersilaturahmi dengan gurunya, pendek kata dia sudah merasa menjadi ahli dan merasa sederajat dengan gurunya.

Kembali kepada teks hadits tersebut, bahwa keberkahan pekerjaan diangkat. Berkah yang maknanya adalah bertambahnya kebaikan setelah sesuatu yang baik, malah tidak datang. Hasil kerja yang seharusnya menjadi pemantik untuk bertambahnya kebaikan, malah menjadi bahan bakar deru kemaksiatan. Berapa banyak orang yang ekonominya dèdèl duèl karena judi online ? Berapa banyak anak sekolah yang sangunya dibuat urunan beli arak ? Atau berapa banyak duit yang mengalir deras ke kantong-kantong sumber maksiat ?

Ah ... itu sih gak seberapa, kan masih banyak yang korupsi, itu jauh lebih jahat. Kita main judol uang kita sendiri, kita party uang kita sendiri, bukan hasil korupsi kan ?

Ada yang berkata begitu. Kalimat demikian atau yang serupa dengan itu tidak sepenuhnya salah, pun pula tidak bisa dibenarkan. Semua yang ada ini saling berkaitan, jika ada satu saja yang bermasalah, cepat atau lambat pasti mengganggu yang lain. Bukankah Kanjeng Nabi mengingatkan bahwa kita semua bagaikan satu tubuh ? Artinya jika dalam satu tatanan masyarakat ada hal yang tidak baik, maka pasti berpengaruh pada anggota masyarakat yang lain.(hel)



0 Komentar