Tahap 03.2 Peran Media Sosial dalam Demokrasi Indonesia


 Tahap 03.2


Jakarta, Kominfo - Menteri Komunikasi dan Informatika ad-interim yang juga sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Djoko Suyanto mengatakan, media massa semakin memiliki peran secara dinamis dalam proses demokrasi, terutama menjembatani pendapat publik melalui jejaring sosial yang tersebar secara masif.

Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Suprawoto, membacakan sambutan Menteri Kominfo adinterim Djoko Suyanto dalam acara pembukaan Bali Media Forum (BMF)  ke enam di Denpasar bali pada Rabu (8/10).

Melalui Sekjen Kemkominfo Suprawoto,  Menko Polhukam tersebut memberikan contoh betapa kuatnya media sosial seperti facebook dan Twitter  memainkan peran pentingnya dalam kehidupan sosial dan transisi demokrasi di banyak negara.

Kecenderungan semacam itu, menurut dia, juga berlangsung di Indonesia, bahkan mendorong demokrasi berlangsung lebih baik yang dibarengi dengan berbagai aspek dan konsekuensi ikutannya.

"Dengan kata lain, wartawan saat ini memiliki kekuatan terstruktur, atau terstruktur ulang, secara nyata. Berita mereka mencakup kehidupan kita dalam perspektif yang unik. Mudah untuk membaca atau menonton, disajikan secara menggoda dan jauh dari membosankan," katanya.

Dalam sambutanya tersebut Djoko juga mengemukakan, "Saya sangat percaya bahwa dalam setiap sistem demokrasi , media massa - pers dalam arti luas - adalah lembaga penting dan memainkan peran kunci. Melalui media massa ada ketentuan untuk interaksi dan pertukaran ide yang bebas dan terbuka untuk berbagai ruang publik ."

Selain itu, dalam konstelasi Indonesia dan dunia, yang mengalami transformasi sosial sangat mendasar, setidak-tidaknya ada tiga pertanyaan penting yang harus dijawab secara jelas guna memahami hubungan antara pemegang kekuasaan.

Pertama, bagaimana dengan pemegang kekuasaan dalam demokrasi? Jawabannya, menurut dia, tentu sangat sederhana bahwa pemegang kekuasaan adalah pemimpin dan semua jajaran eksekutif, legislatif maupun yudikatif, pengusaha, juga pers, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok masyarakat sipil.

"Mereka semua benar-benar pemegang kekuasaan dalam dunia demokrasi. Ini adalah fitur umum dari sistem demokrasi. Daya didistribusikan secara luas dan kekuasaan absolut tidak lagi perlu berpusat dengan satu individu atau organisasi," ujar Suprawoto mewakili Menko Polhukam Djoko Suyanto.

Pertanyaan kedua, bagaimana seharusnya kekuasaan dilaksanakan? Ia menilai, hal ini berkaitan dengan pelaksanaan kekuasaan. Dalam sistem demokrasi, tentu mudah bagi kekuatan untuk dibuang sesuai dengan aturan-aturan tertentu, prosedur tertentu hukum, norma-norma tertentu, kode etik, dan hukum yang berlaku.

Pertanyaan ketiga,  bagaimana mencegah penyalahgunaan kekuasaan? Menko Polhukam mencatat, hal ini akan selalu tetap menjadi keprihatinan yang relevan bagi negara manapun, termasuk dalam konteks Indonesia di mana demokrasi telah semakin berkembang dan berkembang.

"Menjawab tiga pertanyaan penting ini, mungkin kita diingatkan sebuah teori lama bahwa kita dapat diinterpretasikan lebih leluasa - prinsip checks and balances. Kita tentu memahami bahwa kekuasaan harus diperiksa oleh kekuatan lain," kata Djoko Suyanto. (Rmg).

Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat selain membawa dampak positif, ternyata juga membawa dampak negatif. Salah satu dampak negatif yang cukup meresahkan adalah munculnya informasi palsu atau lebih popular dikenal dengan istilah “hoax”.

Fenomena hoax semakin merajalela di dunia maya dan dengan mudahnya penyebaran informasi melalui media sosial sehingga dapat menimbulkan beragam opini masyarakat. Penyebaran berita hoax juga mampu membawa pada kerancuan informasi dan kehebohan publik akan suatu informasi, bahkan dapat juga berakibat pada perpecahan suatu bangsa.

 

Apa yang dimaksud hoax?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hoax ditulis menjadi hoaks yang diartikan sebagai informasi bohong. Ejaan “hoaks” dengan “ks” dibelakang merupakan bentuk kata serapan dari bahasa asing. Kata hoaks dalam KBBI dikategorikan sebagai akjetiva dan nomina. Dalam penulisannya, hoaks menggunakan kata yang diterangkan terlebih dahulu misalnya menjadi “berita hoaks”. Namun, hoaks juga bisa berdiri sebagai nomina dengan arti berita bohong.

Dengan demikian, hoax merupakan informasi bohong dibuat sedemikian rupa hingga seolah-olah benar adanya. Hoax biasanya dikemas dalam beberapa konten seperti: (1) narasi informasi atau berita yang berlebihan atau membesar-besarkan keadaan; (2) foto atau gambar rekayasa yang sebenarnya tidak ada hubungan sama sekali dengan berita atau informasi yang dikabarkan; dan (3) video untuk menggambarkan secara lebih nyata tentang informasi atau berita yang disebar.

Lantas, dari mana asal usul hoax?

Asal usul hoax diyakini ada sejak ratusan tahun sebelumnya yakni ‘hocus’ dari mantra ‘hocus pocus’, frasa yang kerap disebut oleh pesulap, serupa istilah ‘sim salabim’. Salah satu hoax yang pernah menggemparkan adalah ancaman asteroid menghantam bumi dan menyebabkan kiamat. Pada tahun 2015, NASA membantah rumor tersebut.

Kenapa hoax diciptakan dan apa tujuannya?

Hoax biasanya sengaja dibuat untuk mencapai tujuan tertentu dan mendapatkan keuntungan dari dampaknya. Informasi palsu akan lebih cepat viral jika dibagikan dan semakin banyak visitors pada situs tersebut maka pemiliknya akan mengantongi penghasilan berupa uang. Trafik visitors yang besar juga akan meningkatkan kepopuleran situs tersebut. Dalam beberapa kasus, hoax juga digunakan sebagai media untuk adu domba, menyebar fitnah, mencemarkan nama baik, membuat kepanikan serta menjatuhkan orang atau golongan tertentu.

Apa bahaya dan dampak hoax?

Hoax bisa menjadi pemicu munculnya keributan, keresahan, perselisihan bahkan ujaran kebencian. Akhir-akhir ini, bertebarnya hoax di tengah masyarakat kian populer dengan memanfaatkan kondisi pandemi global Covid-19 (corona virus disease 2019red). Misalnya, hoax yang santer beredar adalah minum alkohol bisa menyembuhkan orang yang terkena Covid-19.

Mengingat akan dampak buruknya, setiap orang harus paham untuk menghindarinya. Selain itu, hoax juga bisa menganggu kesehatan mental. Berikut dampak hoax jika terus dibiarkan, diantaranya: (1) hoax dapat menimbulkan kecemasan dan memicu kepanikan publik. Pikiran menjadi imajiner membayangkan keadaan secara berlebihan. Selain itu, hoax juga mengganggu situasi emosional dan suasana hati yang berkepanjangan sampai menghantui pikiran dalam waktu yang lama; (2) manipulasi dan kecurangan dapat menjatuhkan manusia. Jika terus dibiarkan, penyebaran informasi palsu dapat membentuk mental masyarakat ke arah pemahaman hoax. Mudah percaya dengan informasi palsu tanpa melakukan perbandingan atau klarifikasi terhadap sumbernya.


Sumber:
https://www.kominfo.go.id/content/detail/4198/media-massa-miliki-peran-dalam-proses-demokrasi/0/berita_satker
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13206/Jangan-Mudah-Termakan-Hoax-Saring-Sebelum-Sharing.html

0 Komentar